Senin, 13 Mei 2013

Definisi, Hakikat, dan Ciri Pemerlain Bahasa



A.    HAKIKAT BERBAHASA
Pernahkah anda berpikir bahwa apa jadinya jika hidup ini tanpa bahasa? Kehidupan tidak akan berjalan sesuai dengan yang semestinya. Setiap orang selalu membutuhkan bahasa sebagai medium untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut akan terus terjadi sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Setiap saat, di mana pun dan kapan pun, manusia selalu terikat dengan bahasa. Sebegitu pentingnya bahasa sehingga orang terkadang melupakan seperti apa hakikat bahasa yang sesungguhnya.
Manusia dan bahasa merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab dengan bahasa manusia dapat menyampaikan perasaan dan keinginannya kepada orang lain. Dalam kehidupan manusia bahasa memegang peranan yang sangat penting karena manusia sebagai makhluk sosial harus berinteraksi dan berkomunikasi dalam kelompok sosial. Bahasa yang memungkinkan terjadinya interaksi dalam masyarakat. Itulah sebabnya kedudukan bahasa sebagai unsur kebudayaan selalu ditetapkan pada peringkat pertama. Hal ini bersifat universal yaitu berlaku pada setiap suku bangsa atau setiap kelompok manusia
(Ferdika, 2013).
Bahasa adalah alat komunikasi pada makhluk hidup untuk berinteraksi baik terhadap lingkungan maupun kehidupan sosialnya. Dari pernyataan tersebut kita dapat berpikir bahwa apakah selain manusia, binatang juga memiliki bahasa? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi harus diingat bahwa binatang juga berinteraksi dan mampu berkomunikasi dengan “bahasa” mereka sendiri. Manusia juga dapat dengan mudah berkomunikasi dengan manusia yang lain dengan memakai bahasa kita. Ada beberapa ciri khusus yang membedakan bahasa manusia dengan “bahasa” binatang.
Pertama, bahasa manusia memiliki ketergantungan struktur (Structure-dependence). Suatu rentetan kata dalam kalimat tidak membentuk rentetan yang acak tetapi yang satu bergantung pada yang lain. Urutan kata memang tampak linear tetapi satu kata dengan satu kata yang lain membentuk suatu struktur yang hierarkis. Kedua, bahwa bahasa dan pemakai bahasa itu kreatif. Dari segi pemakai bahasa, dia kreatif karena dia memiliki kemampuan untuk memahami dan mengujarkan ujaran baru mana pun. Ujaran yang kita dengar kapan pun juga tidak pernah ada yang sama dengan ujaran yang pernah kita dengar sebelumnya, meskipun topiknya sama. Ketiga, bahwa bahasa dapat dipakai untuk mengungkapkan situasi atau peristiwa yang sudah lampau atau yang belum terjadi dan bahkan untuk sesuatu yang dibayangkan. Keempat, bahasa memiliki struktur ganda yang dinamakan struktur batin (deep structure) dan struktur lahir (surface structure). Kelima, bahasa itu diperoleh secara turun temurun dari satu generasi ke generasi  yang lain.
Berkaitan dengan ciri yang kelima seperti telah disebutkan sebelumnya, saya setuju dengan teori kebahasaan yang dikemukakan oleh kaum rasionalis dan empiris. Kaum rasionalis berpandangan bahwa manusia dilahirkan dengan gagasan-gagasan pembawaannya, sebagai organisasi psikologi individu dan ditransmisikan secara genetis. Artinya bahwa pemerolehan bahasa setiap manusia secara biologis berasal dari gen kedua orangtua kita. Akan tetapi pandangan kaum empiris juga benar bahwa organisasi psikologisnya itu ditentukan oleh pengalamannya sendiri bukan warisan secara genetis. Sebagai contoh, anak suku Muna yang dilahirkan dan dibesarkan di daerah Muna maka ia akan memperoleh bahasa Muna. Namun bahasa Muna yang diperoleh anak tergantung pada masukan dari masyarakat di mana anak itu tinggal. Seorang anak yang lahir di daerah Muna dan bergaul dengan masyarakat Muna akan memperoleh bahasa Muna, meskipun orangtuanya dari jawa. Sebaliknya, anak dari ayah dan ibu Muna yang lahir di daerah jawa dan berbaur dengan masyarakat jawa kemungkinan besarnya anak tersebut akan memperoleh bahasa jawa (Ferdika, 2013).
Bila kita berbicara tentang bahasa dan pikiran serta bagaimana kaitan antara keduanya. Bermacam-macam pertanyaan timbul: Apakah kita memakai pikiran pada saat berbahasa? Dapatkah kita berbahasa tanpa pikiran? atau sebaliknya, dapatkah kita berpikir tanpa bahasa? Apakah bahasa mempengaruhi cara kita berpikir? Ataukah cara kita berpikir menentukkan bahasa?
Pada saat orang bermain biliar, tentunya dia memperhitungkan “kalau bola itu saya pukul dari sebelah kiri, kemungkinannya bola itu akan bisa masuk lubang”. Pada saat perhitungan seperti ini, apakah dia memakai bahasa? Begitu pula orang yang main remi atau catur, atau permainan lain yang mana pun. Apakah mereka memakai bahasa dalam memperhitungkan langkah-langkahnya?
Pada masa lalu orang yang banyak memperbincangkan ihwal ini adalah para filosof. Namun diantara mereka sendiri, tidak ada kesepakatan. Sebagian pandangan bahwa orang dapat berpikir tanpa memakai bahasa, sementara sebagian yang lain berpandangan sebaliknya. Filosof seperti Mueller (1887) berpandangan bahwa bahasa dan pikiran tidak dapat dipisahkan. Manusia tidak mungkin berpikir tanpa bahasa.
Psikolog kemudian melakukan eksperimen untuk mengetahui lebih lanjut masalah ini. Piaget (1924) misalnya, meneliti anak-anak untuk melihat bagaimana bahasa terkait dengan pikiran. Menurut dia ada dua macam modus pikiran: pikiran terarah (directed) dan pikiran tak terarah atau pikiran autistik (autistic). Menurut dia kenyataan bahwa anak berbicara pada orang lain maupun pada dirinya sendiri menimbulkan pertanyaan apakah ada derajat komunikabilitas pada anak. Piaget percaya hal itu ada dan dia menamakan bentuk tengah ini sebagai pikiran egosentris dan bentuk bahasanya sebagai bahasa egosentris. Sosialisasi dengan anak lain dan alam sekitar menurunkan derajat egosentrisme. Makin besar sosialisasi itu, makin mengecillah ujaran egosentrisnya, dan lama-lama hilang.
Istilah lain yang dikenal dalam kebahasaan yaitu psikolinguistik. Terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan linguistik. Psikologi mengkaji proses akal atau proses fikiran seseorang dan segala manifestasinya yang mengatur perilakunya itu. Proses akal atau proses fikiran seseorang itu biasanya menggunakan bahasa, karena bahasa merupakan suatu syarat untuk dapat berfikir. Dengan kata lain, bahwa proses akal atau struktur fikiran seseorang itu tergantung pada bahasanya. Artinya struktur bahasanyalah yang menetukan proses akal atau struktur fikiran seseorang itu (Yudibrata, 1998: 1).


B.     DEFINISI BAHASA
Bahasa, menurut Skinner tidak lain hanyalah merupakan seperangkat kebiasaan. Kebiasaan hanya bisa diperoleh melalui latihan yang bertubi-tubi. Pandangan inilah yang menjadi dasar mengapa latihan tubian (drills) merupakan bagian yang sangat penting dalam pengajaran bahasa asing.
Pada tahun 1959 Chomsky menulis resensi yang secara tajam menyerang teori Skinner. Pada dasarnya Chomsky berpandangan bahwa pemerolehan bahasa itu bukan didasarkan pada nurture (pemerolehan bahasa yang ditentukan oleh lingkungan) tetapi pada nature (pemerolehan bahasa secara alamiah). Anak memperoleh kemampuan untuk berbahasa seperti dia memperoleh kemampuan untuk berdiri dan berjalan. Anak tidak dilahirkan sebagai piring kosong tetapi dia dibekali dengan sebuah alat yang dinamakan piranti pemerolehan bahasa. Piranti ini bersifat universal, artinya anak mana pun memiliki piranti ini.
Chomsky menganggap Skinner keliru dalam memahami kodrat bahasa. Bahasa bukan suatu kebiasaan tetapi suatu sistem yang diatur oleh seperangkat peraturan (rule-governed). Bahasa juga kreatif dan memiliki ketergantungan struktur. Kedua kodrat bahasa ini hanya dapat dimiliki oleh manusia.
Finnochiaro dalam (Konisi, 2012: 10) bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu atau orang yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
DefInisi bahasa dari Kridalaksana bahwa: “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”.
Dari gambaran definisi di atas, bahasa bisa didefinisikan dari pelbagai sudut pandang. Namun, definisi yang banyak dipakai orang adalah: bahasa adalah suatu sistem simbol yang arbitrer yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahasa untuk berkomunikasi dan berinteraksi antar sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.
Sistem pada definisi ini merujuk pada adanya elemen-elemen beserta hubungan satu sama lainnya yang akhirnya membentuk suatu konstituen yang sifatnya hierarkis.
C.    CIRI PEMERLAIN BAHASA DAN OBJEK STUDINYA
Ada beberapa ciri suatu bahasa sesuai dengan yang diungkapkan oleh Konisi (2012) yakni antara lain:
Sistem. bahasa disamping sistemis, juga sistematis. Bahasa itu bersifat sistemis artinya bahwa di dalam setiap bahasa terdapat unit-unit atau bagian-bagian (subsistem-subsistem) membentuk satu kesatuan sistem yang lebih besar. Dalam pandangan yang lain, dikemukakan bahwa setiap bahasa memiliki struktur ganda (dual structure), yakni subsistem satuan-satuan yang bermakna dan subsistem yang tidak bermakna berupa bunyi-bunyi (bahasa) yang membentuk satuan-satuan bermakna. Karena itu, secara sistemis bahasa memiliki subsistem fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana.
Bahasa itu sistematis berarti bahwa bahasa itu memiliki kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang berlaku dalam suatu bahasa. Dengan demikian, sistem suatu bahasa mudah dipahami karena adanya kaidah yang berlaku di setiap bahasa.
Arbitrer. Sifat arbitrer suatu bahasa dilihat dari hubungan antara tanda atau lambang dan yang ditandai atau dilambanginya. Tidak ada hubungan yang jelas dan erat antara kata kursi dengan benda yang menjadi tempat duduk; antara kata kuda dengan hewan yang biasa dipergunakan untuk menarik kereta, delman, olah raga pacuan, dsb. Dengan kata lain, tidak ada hubungan yang benar-benar jelas antara kata sebagai simbol dengan referen atau rujukan/bendanya.
Konvensional. Sifat konvensional bahasa terlihat pada nama atau kata yang mewakili sebuah benda dengan benda yang dinamainya. Jika orang Inggris menyebut hewan yang bersayap dan bertelur dengan bird; orang Indonesia menyebut burung; orang Jawa menyebut manuk; orang Arab menyebut tairan; dan orang Belanda menyebut vogel. Jadi, konvensional berhubungan dengan kesepakatan masyarakat pengguna suatu bahasa terhadap penamaan suatu benda.
Manusiawi. Hanya manusia yang mampu menggunakan bahasa. Bahasa dipakai manusia untuk berkomunikasi anatar sesamanya. Dalam sejarah komunikasi menunjukkan bahwa manusialah (Nabi Adam a.s.) yang menjadi pemilik bahasa. Dengan bahasa manusialah, seluruh ciptaan Tuhan dapat disebut, ditelaah, dan dapat dikaji satu per satu. Dalam konteks inilah kemudian, manusia dapat mengena (membahasakan) siapa dirinya dan bagaimana ia bisa berkomunikasi dengan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan mampu hidup tanpa bahasa. Bahkan satu kehidupan manusia, hanya ada bila bahasa ada. Tanpa bahasa, kehidupan manusia tidak akan pernah ada. 
Unik dan universal. Setiap bahasa memiliki ciri khas atau karakteristik yang tidak terdapat pada bahasa lain. Setiap bahasa memiliki ciri-ciri yang diskrit, yang memberikan identitas diri sebagai bahasa yang berbeda dari bahasa yang lain. Akan tetapi, terdapat pula ciri-ciri atau aspek-aspek kebahasaan yang dimiliki atau terdapat pada bahasa yang lain (universal). Misalnya vokal dan konsonan, morfem, kata, frasa, klausa/kalimat, dan sebagainya. Walaupun bentuk, jumlah dan jenisnya tidak sama, akan tetapi hampir semua bahasa di dunia, memiliki satuan-satuan bahasa tersebut. Sifat unik bahasa dapat pula dilihat pada kemampuan bahasa untuk membedah/mengkaji/menelaah atau bahkan menilai dirirnya sendiri (bahasa yang bersangkutan). Bahasa dapat memuja-muja atau mencibir bahkan mampu menjelek-jelekkan dirinya sendiri. Inilah keunikan bahasa. Disiplin ilmu-ilmu lain menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengomentari atau melaporkan temuan perkembangan mengenai keilmuan yang terdapat padanya. Akan tetapi dalam bahasa, bahasalah yang berperan untuk mengomentari apa yang terdapat padanya (bahasa yang bersangkutan).  
(Konisi, 2012: 11-14)







DAFTAR PUSTAKA

Iswara, Prana Dwija dan Ahmad Slamet Harjasujana. 1997.  Kebahasaan dan
Membaca dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Konisi, La Yani. 2012. Linguistik Umum (Materi Pokok Perkuliahan). Kendari:
FKIP Unhalu.
Lindayani, Lilik Rita. 2013. Bahasa Penalaran. Kendari: FKIP Unhalu.
Yudibrata, Karna, dkk. 1998. Psikolinguistik. Jakarta: Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar